Di bawah atapnya berhias lampu redup beralas tumpuan, tenang
dan sejuk berlutut mengaitkan jemari satu sama lain,
Sementara kau dengan khusyuk berlutut menengadahkan kedua
tanganmu,
Menatap satu tujuan hidup.
Kau ..
Tubuh yang ku pikir tak akan mengenalkan aku pada luka,
Malah memateraikan hatiku dengan pilu serta membubuhi nama
diatasnya.
Bibir yang ku pikir manis tak berdusta,
Malah berkata hina dengan menembus kenyataan yang pernah
diucap.
Ketidakpastian yang ku tanam dalam hatimu sudah membuatmu
meronta membalasku dengan siksaan batin.
Kesalahan besar meyakini kau paham akan apa yang ku genggam
jauh sebelum mengenal namamu.
Pada akhirnya selalu ada pilihan
atas kehidupan mencinta,
Aku memilih kembali utuh pada cinta tak terbagi dan engkau
dengan paras lain pemuas hati.
Namun entah mengapa malam ini kata rindu begitu mencekik
diriku.